Jumat, 12 Agustus 2011

TEORI PEMROSESAN INFORMASI

TEORI PEMROSESAN INFORMASI
A. Teori Pemrosesan Informasi
Salah seorang ahli medefinisikan mengajar sebagai proses transfer informasi atau pengetahuan. Dari definisi tersebut, berarti dalam belajar siswa akan menerima informasi yang disampaikan oleh gurunya. Bagaimanakah informasi tersebut dapat sampai kepada siswa dan siswa dapat mengungkapkan kembali informasi yang diperolehnya baik melalui lisan maupun tulisan dalam kegiatan belajar? Berikut akan diuraikan mengenai pemrosesan informasi yang dilakukan oleh siswa dalam belajar.
Menurut Ratna Wilis, (1996 : 34) Informasi yang diterima siswa berada dalam bentuk energi fisik tertentu, yaitu sinar untuk bahan tertulis, bunyi untuk ucapan, tekanan untuk sentuhan, dan lain – lain. Energi tersebut akan diterima oleh reseptor yang peka terhadap energi dalam bentuk-bentuk tertentu itu. Selanjutnya reseptor-reseptor akan mengirimkan tanda dalam bentuk impuls-impuls elektrokimia ke otak. Impuls-impuls saraf dari reseptor masuk ke suatu registor pengindraan didalam sistem saraf pusat. Selama waktu yang sangat singkat sekali. Dari seluruh informasi yang masuk ini sebagian kecil disimpan untuk diteruskan ke memori jangka pendek (memori kerja), sedangkan selebihnya hilang dari sistem.
Informasi dari memori jangka pendek dapat dikode, kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Pengkodean (coding) merupakan proses transformasi, yaitu informasi baru diintegrasikan pada informasi lama. Informasi yang telah disimpan di memori jangka panjang bila akan dipergunakan lagi harus dipanggil. Dalam pikiran sadar, informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek, kemudian ke generator respons. Sedangkan untuk respons otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang ke generator respons selama pemanggilan. Kemudian dari generator respons informasi dialirkan ke efektor-efektor (otot dan kelenjar) untuk selanjutnya informasi dikeluarkan ke lingkungan.
Dalam belajar, efektor-efektor yang dikeluarkan berupa otot pada tangan untuk menulis dan alat indra suara intuk berbicara.
Menurut Ratna Wilis, aliran informasi dalam sistem manusia ternyata bertujuan dan diatur oleh kotak-kotak yang disebut harapan dan kontrol eksekutif.
Dari uraian diatas dapat dibentuk gambar sebagai berikut :







Gambar : Pemrosesan Informasi
Mengenai memori jangka pendek dan memori jangka panjang, Mohamad Surya (2004 : 73) mengemukakan bahwa dalam otak ada dua macam tempat menyimpan informasi atau tanggapan atau ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory). Ingtan jangka pendek ialah tempat menyimpan informasi yang akan dikeluarkan segera dalam waktu yang lebih pendek. Sedangkan ingatan jangka panjang ialah gudang tempat menyimpan informasi untuk masa yang cukup lama. Proses mengingat terjadi dalam tiga tahapan, yaitu : 1) tahapan perolehan informasi, 2) tahapan penyimpanan jangka pendek atau ingatan jangka panjang, 3) tahapan pengeluaran kembali apabila suatu waktu diperlukan.
Mengenai pengkodean dalam belajar, Bruner dalam Ratna Wilis (1996 : 100) beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean. Bruner mengungkapkan banwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah 1) memperoleh informasi baru, 2) transformasi informasi, 3)menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
B. Contoh pemrosesan informasi
Dalam proses pembelajaran kimia, guru berkata : “rumus molaritas adalah mol per volum”. Informasi ini akan sampai ketelinga siswa, misalkan bernama Hamdan, reseptor dalam telinga hamdan akan menerima informasi ini bersama suara-suara lain, misalnya suara percakapan teman-temannya, suara kendaraan. Semua suara yang didengar Hamdan akan diubah menjadi impuls-impuls elektrokimia, dan dikirim ke register penginderaan dalam otak, pola suara bahwa “rumus molaritas adalah mol per volume” akan disimpan dalam memori jangka pendek, tetapi untuk suara-suara yang lain tidak masuk. Hamdan kemudian akan mengkode informasi ini dengan cara menghubungkannya dengan informasi mengenai mol dan volume yang telah diketahui sebelumnya. Misalnya simbol untuk mol adalah “n” dan untuk volume adalah “v”. Proses pengkodean itu menyebabkan informasi yang baru itu masuk ke dalam memori jangka panjang. Bila Hamdan telah mengembangkan strategi-strategi khusus, maka proses kontrol eksekutif Hamdan akan mengarahkan proses pengkodean agar menggunakan strategi khusus ini.
Dalam pertemuan berikutnya guru bertanya kepada Hamdan “bagaimana rumus molaritas, Hamdan ?” pertanyaan ini diterima dan dipilih untuk masuk kedalam memori jangka pendek. Disini pertanyaan itu menyediakan isyarat-isyarat untuk memanggil jawaban dari memori jangka panjang. Kemudian jawaban digunakan oleh generator respons untuk mengatur alat-alat suara (efektor-efektor) untuk menghasilkan suara :
”Rumus molaritas adalah mol per volum atau n/v”,
C. Model-model belajar pemrosesan informasi
Menurut Hamzah B. Uno (2008 : 10), ada beberapa model yang termasuk kedalam pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi, diantaranya sebagai berikut :
1. Model perolehan konsep, tokohnya Jerome Brunner
2. Model berfikir induktif, tokohnya Hilda Taba
3. Model inquiry training, tokohnya Richard Suchman
4. Model scientific inquiry, tokohnya Joseph J.Schwab
5. Model penumbuhan kognitif, tokohnya Piaget, Freud, Irving Siel, dan Kohlberg
6. Model advance organizer, tokohnya David Ausubel
7. Model memory, tokohnya Harry Lorayne
Mengenai model belajar pemrosesan informasi, dalam makalah ini hanya akan dijelaskan mengenai belajar bermakna (advance organizar) tokohnya adalah David Ausubel. Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis (1996 : 110) belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi, dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disampaikan kepada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan kepada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi secara final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, maka belajar menjadi lebih bermakna, maka ini disebut sebagai belajar bermakna. Akan tetapi Ausubel mengatakan, siswa dapat juga coba-coba mengahafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah ada pada struktur kognitifnya, maka terjedilah yang dinamakan belajar hafalan.
Dasar-dasar biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam jumlah atau ciri-ciri neuron yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. Peristiwa psikologis tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Jadi dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada subsumber-subsumber yang telah ada dalam struktur kognitif, sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumber-subsumber yang telah ada itu. Pertumbuhan subsumber-subsumber itu tergantung pada pengalaman belajar siswa, subsumber dapat berkembang relatif besar atau subsumber kurang berkembang.
Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis (1996 : 115) ada tiga keuntungan dari belajar bermakna, yaitu :
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat
2. Informasi yang tersubsumsi dapat mengakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumber-subsumber, jasi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip
3. Informasi yang dilupakan akan meninggalkan efek residual pada subsumber, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip.




Daftar Pustaka
B. Uno Hamzah. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara
Surya Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran Dan Pengajaran. Bandung. Pustaka Bani Quraisy
Wilis Ratna. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta. Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar